Latar belakang tentang berlakunya hukum pidana internasional
G.J. Starke dan J.L. Brierly berpendapat bahwa masyarakat internasional
itu pada hakikatnya adalah masyarakat bangsa-bangsa yang sudah menegara.
Adanya prinsip hidup bersama atau hidup berdampingan yang terwujud
dalam bentuk : hubungan, kontak, relasi yang bersifat jalin-menjalin dan
terus menerus. Adanya sejumlah negara saja, belum berarti atau belum
menjamin adanya suatu masyarakat negera-negara tersebut, hidup secara
terpisah dan terpencil satu sama lainnya, hal ini berarti bahwa antara
bangsa atau negara yang satu dengan yang lainnya, harus ada hubungan,
kontak, relasi satu sama lainnya yang bersifat jalin menjalin dan
kontinu atau terus menerus. Adanya kepentingan atau tujuan bersama,
adanya hubungan dan kontak yang bersifat jalin menjalin dan terus
menerus, disebabkan kepentingan atau tujuan bersama, yang ingin dicapai
atau dipenuhi masing-masing bangsa atau negara tersebut, Kepentingan dan
tujuan bersama ini, hanya dapat tercipa dengan negara-negara
lainnya.Kepentingan atau tujuan bersama yang dimaksudkan, sangat komplek
dan bevariasi yakni ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya,
pertahanan dan kemanan. Adanya Hukum Pidana Internasional karena adanya
masyarakat internasional sebagaimana adanya hukum karena adanya
masyarakat. Masyarakat internasional merupakan landasan sosiologis hukum
pidana internasional dan sekaligus Hukum Pidana Internasional. Hukum
Pidana Internasional pada hakekatnya merupakan suatu sistem hukum yang
harus mempunyai substansi hukum berisikan materi-materi tindak
pidana-tindak pidana, pertanggungjawaban pidana dan sanksi pidana bagi
setiap individu maupun negara yang melakukan tindak pidana yang telah
ditetapkan dalam hukum pidana internasional.Untuk menjalankan substansi
hukum tersebut, harus didukung dengan struktur hukum dalam menegakkan
hukum pidana internasional materiil. Selain itu juga harus didukung oleh
budaya hukum yang harus dilaksanakan oleh aparat penegak hukum dan
kepatuhan masyarakat internasional terhadap apa yang terkandung dalam
substansi hukum pidana internasional.Dengan semakin berkembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi, berpengaruh sangat besar terhadap peningkatan
kebutuhan sejumoah negara-negara. Keadaan ini tentunya menciptakan
saling ketergantungan diantara negara-negara. Dan untuk mengatasi serta
mencegah ketergantungan antara negara-negara, meka negara yang satu
perlu mengadakan hubungan, kontak pergaulan dengan sesama negara lain di
dalam pelbagai kehidupan. Dengan adanya saling membutuhkan diantara
negara yang satu dengan yang lainnya mengakibatkan tumbuhnya hubungan
yang bersifat tetap, jalin menjalin dan berkesinambungan.Masyarakat
internasional selalu dalam keadaan dinamis dan perlu mengadakan
perubahan-perubahan. Perubahan pertama dan mendasar adalah perubahan
pada peta bumi politik, yang terjadi terutama setelah Perang Dunia
ke-II. Hal mana pada saat sebelumnya, masyarakat internasional dibagi
dalam beberapa negara besar, berubah menjadi satu masyarakat
bangsa-bangsa yang terdiri dari banyak sekali negara.Perkembangan kedua,
mempunyai akibat dan pengaruh yang sangat besar bagi pelaku-pelaku
tindak pidana yang memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknilogi,
sehingga sangat mempengaruhi masyarakat internasional dan Hukum Pidana
Internasional. Dengan memanfaatkan kemajuan sarana transportasi,
telekomunikasi, sarana kimiawi dan sarana teknologi lainnya dalam rangka
menghilangkan jejak, bukti dan lain sebagainya, sehingga pelaku tindak
pidana tidak dapat dan sulit dilacak baik oleh hukum pidana nasional
maupun Hukum Pidana Internasional.Perkembangan ketiga yaitu perubahan
struktur organisasi masyarakat internasional yang didasarkan atas
negara-negara yang berdaulat. Dengan timbulnya organisasi-organisasi
internasional yang mempunyai eksistensi terlepas dari negara-negara.
Dipihak lain, ada perkembangan yang memberikan kompetensi hukum kepada
individu-individu dalam hal-hal tertentu. Timbulnya
organisasi-organisasi intrnasional dan kompetensi hukum kepada individu
menujukkan mulai terlaksananya satu masyarakat internasional di dalam
arti yang benar dan efektif didasarkan atas asas kedaulatan, kemerdekaan
dan persamaan derajat antara negara, sehingga terjelma Hukum
Internasional, bila terjadi tindak pidana yang dilakukan oleh negara dan
tidak efektifnya Hukum Pidana Nasional, maka sangat diperlukan Hukum
Pidana Internasional yang efektif dalam penegakan Hukum Pidana
Internsional.Berbicara Hukum Pidana Internasional, juga tidak terlepas
dari sebuah sejarah panjang dari tindak pidana yang terjadi sejak era
perkembangan masyarakat internasional, tradisional sampai dengan
perkembangan era masyarakat modern. Sejarah dimulai sejak Abad 16 Masehi
yang merupakan era Kerajaan Romawi dibawah Kaisar Justinianus, dimana
dengan kekuatan undang-undang, Justinianus telah memberikan dukungan
perdamaian ke seluruh Kerajaan Romawi termasuk jajahanya. Peraturan
tentang perang diperjelas dan harus dilandaskan pada sebab yang layak
dan benar, diumumkan sesuai dengan aturan kebiasaan yang berlaku dan
dilaksanakan dengan cara cara yang benar. Pengaturan tersebut berasal
dari pengajaran hukum yang diberikan oleh ahli-ahli hukum seperti Cicero
dan St Augustine. Mereka yang melakukan tindakan pelanggaran atas hukum
kebiasaan dan hukum Tuhan dari suatu bangsa disebut dan dikenal
kemudian sebagai kejahatan internasionalPada era Paska Perang Salib,
perkembangan tindak pidana internasional setelah perang salib diawali
dengan munculnya tindakan pembajakan di laut, yang dipandang sebagai
musuh semua bangsa karena telah merusak hubungan perdagangan antar
bangsa yang dianggap sangat penting pada masa itu, namun demikian perang
tetap merupakan tindakan yang dipandang tidak layak dan masih
dipersoalkan terutama dikalangan para ahli hukum dari berbagai bangsa
yang sudah maju pada masa itu.Era Francisco de Vittoria 1480-1546,
penjajahan disertai dengan penyebarluasan agama Kristen dengan cara-cara
kekerasan dan kekejaman telah berkecamuk terutama yang telah dilakukan
oleh Kerajaan Spanyol terhadap penduduk pribumi Indian, pada masa itu
munculah seorang professor theologia, Francisco de Vittoria yang
memperingatkan kerajaan bahwa ancaman perang dan peperangan tidak dapat
dibenakan dengan alasan perbedaan agama, perluasan kerajaan dan
kemenangan yang bersifat pribadi sekalipun dengan alasan untuk self
defence, maka kerugian atau kekerasan sedapat-dapatnya diperkecil,
Pandangan dari Vittoria ini dapat dikatakan sebagai tonggak sejarah bagi
perkembangan hukum hukum pidana internasional pada masa yang akan
datangPerkembangan pesat tentang masalah perang di dalam sejarah hukum
internasional terjadi pada abad 16-18 ketika penulis-penulis terkenal
seperti, Alberto Gentili, Francisco Suarez, Samuel dan Emerich de Vattel
telah membahas dan mencari dasar-dasar hukum suatu peperangan. Namun
seorang tokoh yang terkenal pada masa itu adalah seorang ahli hukum
Belanda, Hugo Grotius yang telah menulis dan menerbitkan sebuah treatise
“ the Law of War and Peace in The Tree Books” pada tahun 1625Perjanjian
Versailes yang mengakhiri Perang Dunia I, ternyata dalam praktek hukum
Internasional tedak berhasil melaksanakan ketentuan pasal 227 yang
menetapkan antara lain penuntutan dan penjatuhan pidana atas pelaku
kejahatan perangPada masa 1920 telah tampak adanya upaya pembentukan
mahkamah pidana internasional terutama setelah terbentuknya Liga
Bangsa-Bangsa, upaya ini berasal dari sejumlah ahli hukum terkemuka
antara lain Vespasien Pella, Megalos Ciloyanni dan Rafael. Dukungan atas
upaya tersebut juga berdatangan dari perkumpulan masyarakat
internationalEra tahun 1927 Liga bangsa-bangsa telah membuka era baru
dalam sejarah hukum pidana internasional dengan menetapkan bahwa perang
agresi atau a war of aggression merupakan internasional crime, bahkan
pernyataan LBB tersebut merupakan awal dari penyusunan kodifikasi dalam
bidang hukum pidana internasional. Namun demikian pada saat itu
pembentukan suatu Mahkamah Internasional yang dapat menetapkan telah
terjadinya pelanggaran atas kodifikasi tersebut masih belum secara
serius diperbincagkan. Perang Dunia II telah melahirkan berbagai tindak
pidana baru yang merupakan pelanggaran atas perjanjian-perjanjian yang
telah ditandatangani di antara Negara anggota liga bangsa-bangsa.
Pelanggaran pelanggaran tersebut adalah dalam bentuk kekejaman yang
tiada taranya serta pelanggaran atas hukum perang yang tiada bandingnya
oleh pihak tentara jerman dan sekutunya, kejadian-kejadian itu telah
memperkuat kehendak untk mengajukan kembali gagasan pembentukan suatu
Mahkamah Pidana Internasional. Profesor Lauterpacht dan Hans Kelsen yang
menegaskan bahwa pembentukan mahkamah itu sangat penting untuk
mengadili penjahat perang dan sekaligus membawa akibat penting terhadap
perbaikan perbaikan di dalam hubungan internasional.Jerman dibawah
kepemimpinan Adolf Hitler memulai kancah perang dunia kedua dengan
menganeksasi Polandia pada September 1939, tepatnya dikota Danzig
litzkrieg, pada Tahun 1940, Hitle rmenaklukkan Denmark, Norwegia,
Belanda, Belgia dan Perancis. Tahun tersebut merupakan tahun kemenagan
NaziJerman. Dalam waktu yang bersamaan dengan perang dunia kedua, bahkan
jauh sebelumnya, Hitle rtelah melakukan genosida terhadap bangsa Yahudi
hamper diseluruh daratan Eropa.Genosida yang dilakukan oleh Nazi Jerman
selanjutnya dikenal dengan istilah holocaust. Secara harafiah
‘holocaust’ berart ideskripsi genosida yang dilakukan terhadap
kelompok-kelompok minoritas diEropa dan Afrika Utara selama perang dunia
kedua oleh Nazi JermanPada tahun 1947 masalah pembentukan Mahkamah
Pidana Internasional diserahkan kepada Internasioanal law Commision,
yang terdiri dari kelompok ahli hukum terkemuka dari seluruh Negara ,
yang dibentuk oleh PBB dan bertugas menyusun suatu kodifikasi hukum
internasional, bertitik tolak dari pengalaman-pengalaman sebagai akibat
peperangan, maka masayarakat internasional melalui PBB telah sepakat dan
menempatkan kejahatan-kejahatan yang dilakaukan semasa peperangan
sebagai kejahatan yang mengancam dan merugikan serta merusak tatanan
kehidupan masyarakat internasional, kejahatan-kejahatan itu antara lain
agresi, kejahatan perang, pembasmian etnis tertentu, pembajakan laut
dll.Resolusi PBB, 21 November 1947, bahwa sampai dengan awal abad ke-20
hukum pidana internasional belum memasyarakat dikalangan pakar-pakar
hukum di Negara yang menganut system hukum common law.Pengakuan secara
internasional terhadap pentingnya internasional criminal law pertama
kali terjadi melalui resolusi yang diajukan oleh Sidang Umum
Perserikatan bangsa-bangsa tanggal 21 November 1947, resolusi
menghendaki dibentuknya suatu panitia kodifikasi hukum internasional.
Era Tokyo Trial 1948 Tanggal 23 Desember 1948, berdasarkan keputusan
pengadilan internasional di Tokyo, Jepang, tujuh orang pemimpin negara
ini pada era Perang Dunia II, menjalani hukuman mati. Pengadilan di
Jepang ini merupakan lanjutan dari pengadilan Nurenberg Jerman yang
dilakukan untuk mengadili para penjahat perang. Sebanyak 25 orang
pejabat Jepang diadili dan 18 di antaranya dijatuhi hukuman penjara.
Hideki Toyo, Perdana Menteri Jepang pada era PD II adalah pejabat
tertinggi yang diadili di pengadilan internasional Jepang itu dan
dijatuhi hukuman mati.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulssalam, Hukum Pidana Internasional, Restu Bandung, Jakarta, 2006.
Ardiwisastra Yudha Bhakti, 2003, Hukum Internasional, Bunga Rampai, Alumni, Bandung
Brownlie Ian, 1999, Principles of Public International Law, Fourth Edition, Clarendon Press, Oxford
Burhantsani, Muhammad, 1990; Hukum dan Hubungan Internasional, Yogyakarta : Penerbit Liberty.
Kusamaatmadja Mochtar, 1999, Pengantar Hukum Internasional, Cetakan ke-9, Putra Abardin
Mauna Boer, 2003, Hukum Internasional; Pengertian, Peran dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, Cetakan ke-4, PT. Alumni, Bandung
Phartiana I Wayan, 2003, Pengantar Hukum Internasional, Penerbit Mandar maju, Bandung
Situni F. A. Whisnu, 1989, Identifikasi dan Reformulasi Sumber-Sumber Hukum Internasional, Penerbit Mandar Maju, Bandung
No comments:
Post a Comment