Terpuruknya hukum di Indonesia
I. PENDAHULUAN
Ketika bicara hukum di Indonesia, barangkali
masyarakat sudah bosan dan lelah menyaksikan paradoks-paradoks yang
terjadi dalam kehidupan hukum di negeri ini. Sudah banyak issue-issue
miring yang dialamatkan kepada aparat penegak hukum, baik itu polisi,
jaksa maupun hakim. Sudah banyak tuduhan-tuduhan yang telah disuarakan
oleh berbagai elemen masyarakat, tentang banyaknya para koruptor
penjarah uang rakyat milyaran dan bahkan triyulnan rupiah dibebaskan
oleh pengadilan. Dan kalaupun dihukum hanya sebanding dengan hukuman
pencuri ayam. Dengan mata telanjang dapat disaksikan bahwa orang miskin
akan sangat kesulitan mencari keadilan diruang pengadilan, sedangkan
orang berduit akan begitu mudah mendapatkan keadilan. Bukan rahasia
lagi, bahwa dalam proses peradilan perkara pidana bila ingin mendapat
keringanan atau bahkan bebas dari jeratan hukum harus menyediakan uang,
begitu juga para pihak dalam perkara perdata, bila ingin memenangkan
perkara maka harus menyediakan sejumlah uang. Dengan kata lain bahwa
putusan pengadilan dapat dibeli dengan uang, karena yang menjadi
parameter untuk keringanan hukuman dalam perkara pidana dan menang
kalahnya dalam perkara perdata lebih kepada pertimbangan berapa jumlah
uang untuk itu daripada pertimbangan hukum yang bersandar pada keadilan
dan kebenaran.
Dalam situasi yang serba extra ordinary dimana bangsa
dan negara kita ini sulit untuk keluar dari tekanan krisis di segala
bidang kehidupan tidak tertutup kemungkinan bangsa Indonesia akan tambah
terperosok ke jurang nestapa yang semakin dalam dan menyeramkan, maka
situasi mencekam seperti ini tidak ayal hukum menjadi institusi yang
banyak menuai kritik karena dianggap tidak becus untuk memberikan
jawaban yang prospektif. Pasca tumbangnya pemerintahan otoriter tahun
1998, hamper setiap saat dibumi pertiwi ini lahir peraturan
perundang-undangan untuk mengatur dan menjawab problematika kehidupan di
Negara ini, sehingga keberadaan bangka kita ini dalam kondisi
hiperregulated society. Namun, dengan segudang peraturan
perundang-undangan, baik menyangkut bidang kelembagaan maupun sisi
kegidupan manusia Indonesia, keteraturan (order) tidak kunjung datang.
Malahan hukum kita tampak kewelahan, yang akibatnya dengan seabrek
peraturan perundang-undangan itu dalam ranah penegakan hukum justru
malah menerbitkan persoalan-persoalan baru ketimbang menuntaskannya. Hal
ini menurut Satjipto Rahardjo, komunitas hukum dianggap sebagai
komunitas yang sangat lamban dalam menangkap momentum.
Sejak
tumbangnya pemerintahan otoriter 1998 yang selanjutnya disebut sebagai
era reformasi, sebenarnya merupakan momentum paling penting dan
strategis dari segi kehidupan social dan hukum, namun kondisi ini tidak
mampu menggerakkan untuk mengambil manfaat dalam ranah perbaikan.
Institusi yang dijadikan tumpuan pembebasan dan pencerahan, justru
menjadi sarang troble maker bangsa. Dampaknya kehidupan hukum menjadi
tidak terarah dan terpuruk. Dalam situasi keterpurukan hukum seperti
ini, maka apapun uapya pembenahan dan perbaikan dibidang ekonomi dan
bidang-bidang lainnya niscaya merupakan suatu yang musykil dilakukan
(mission impossible) . Hal ini apabila dicermati , minimal terdapat dua
faktor utama. Pertama, perilaku penegak hukum (professional jurist) yang
koruptif dan yang kedua, pola pikir para penegak hukum Indonesia
sebagian besar masih terkungkung dalam pikiran legalistic-positivistik,
meskipun system kelembagaan hukum telah ditabuh ke arah
perubahan-perubahan namun paradigma para penegak hukum masih berpola
lama (orde baru).
Bahwa dalam harian Kompas tanggal 31 Mei tahun
2002, halaman 27 ditulis, panggung peradilan Indonesia…., dikepung oleh
pelbagai hal yang sangat rawan dengan urusan KKN…, dan hedoisme…, uang
yang bersileweran-pun bukan alang kepalang jumlahnya. Dalam harian yang
sama pada halaman 4 seorang Denny Indrayana mengatakan “sebenarnya
persoalan perilaku jurist itu tidak hanya terjadi di Indonesia saja.
Namun yang berlangsung di Indonesia sungguh sudah keterlaluan.
Selanjutnya ketika dikaji dari sisi penegakan hukum yang
legal-positivistik, menurut Anis Ibrahim, rasanya kita sudah lebih dari
cukup memiliki peraturan hukum yang dapat digunakan sebagai garansi
kepastian dan keadilan bagi mereka yang sedang berurusan dengan hukum,
Namun, sungguh sangat sulit mendapatkan data yang menggembirakan tentang
keadilan yang muncul dari hukum. Misalnya, Indonesia telah menyatakan
korupsi merupakan extra ordinary, dan karenanya dinyatakan Negara
Indonesia berada dalam keadaan darurat korupsi. Hal ini, melahirkan
Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU nomor 20/2001 yang
mengubah UU Nomor 31/1999). Dan karena Kejaksaan dan Kepolisian
dianggap tidak mampu menangani korupsi kelas kakap, maka lahirlah Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) yang memiliki kewenangan luar biasa untuk
melakukan pemberantasan korupsi. Namun pemberantasan korupsi yang
dilakukan hanya sebatas popularitas, asal sikat dan sering salah
sasaran. Hal ini terbutki, koruptor kelas kakap yang menjarah BLBI
trilyunan rupiah nyaris belum tersentuh. Ironisnya menurut Anis Ibrahim,
seandainya ada yang dibawa ke pengadilan terdapat dua kemungkinan
putusan, jika tidak dibebaskan dengan dalih kekurangan alat bukti, bisa
jadi vonisnya tidak jauh dari putusan penjahat sekelas preman jalanan.
II. PERMASALAHAN
Dari
latar pemikiran sebagaimana diuraikan dalam pendahuluan maka
pertanyaanya adalah “bagaimana cara keluar dari keterpurukan hukum di
Indonesia ini”?
III. PEMBAHASAN
Menurut Satjipto rahardjo,
sejak hukum modern semakin bertumpu pada dimensi bentuk yang
menjadikannya formal dan procedural, maka sejak itu pula muncul
perbedaan antara keadilan formal atau keadilan menurut hukum disatu
pihak dan keadilan sejati atau keadilan substansial di pihak lain.
Dengan adanya dua macam dimensi keadilan tersebut, maka kita dapat
melihat bahwa dalam praktiknya hukum itu ternyata dapat digunakan untuk
menyimpangi keadilan subsatansial. Penggunaan hukum yang demikian itu
tidak berarti melakukan pelanggaran hukum, melainkan semata-mata
menunjukkan bahwa hukum itu dapat digunakan untuk tujuan lain selain
mencapai keadilan.
Dijelaskan oleh Prof. Dr. Satjipto Raharjo,
SH., progresivisme bertolak dari pandangan kemanusiaan, bahwa manusia
dasarnya adalah baik, memiliki kasih saying serta kepedulian terhadap
sesama sebagai modal penting bagi membangun kehidupan berhukum dalam
masyarakat. Namun apabila dramaturgi hukum menjadi buruk seperti selam
ini terjadi di Negara kita, yang menjadi sasaran adalah para aparat
penegak hukumnya, yakni polisi, jaksa, hakim dan advokat. Meskipun,
apabila kita berfikir jernih dan berkesinambungan, tidak sepenuhnya
mereka dipersalahkan dan didudukan sebagai satu-satunya terdakwa atas
rusaknya wibawa hukum di Indonesia.
Memang sangat menyedihkan hati,
ketika melihat kondisi hukum di Indonesia dengan segala bentuk
praktisnya. Penggunaan hukum yang serba formal-prosedural dan teknikal ,
pada dasarnya telah banyak melupakan sisi kebenaran materiil, keadilan
substansial dan kemanusiaan. Praktis-praktis hukum yang diterapkan
dinegara kita, hingga kini belum mampu memberi garansi untuk mencapai
harkat kemanusiaan yang berkeyakinan, kebenaran materiil dan keadilan
substansial. Kepedulian terhadap hukum yang menjanjikan kebenaran,
kemanusian dan keadilan menurut Satjito Raharjo, baru dapat dicapai jika
kita mau keluar dari tawan-tawanan undang-undang yang serba formal
procedural. Manakala menginginkan dan mempercayai hukum beserta
praktiknya masih dapat dijadikan media pencerah bangsa, maka harus
berani mencari agenda alternative yang sifatnya progresif.
Berfikir
secara progresif, menurut Satjipto Raharjo berarti harus berani keluar
dari mainstream pemikiran absolutisme hukum, kemudianmenempatkan hukum
dalam posisi yang relative. Dalam hal ini, hukum harus diletakkan dalam
keseluruhan persoalan kemanusian. Bekerja berdasarkan pola pikir yang
determinan hukum memang per;uj. Namun itu bukanlah suatu yang mutlak
dilakukan manakala para ahli hukum berhadapan dengan suatu masalah yang
jika menggunakan logika hukum modern akan menciderai posisi kemanusiaan
dan kebenaran. Bekerja berdasarkan pola pikir hukum yang progresif
(paradigma hukum progresif), barang tentu berbeda dengan paradigma hukum
positivistis-praktis yang selama ini diajarkan di perguruan tinggi.
Paradigma hukum progresif melihat faktor utama dalam hukum adalah
manusua itu sendiri. Sebaliknya paradigma hukum peositivistis meyakini
kebenaran hukum di atas manusia. Manusia boleh dimarjinalkan asal hukum
tetap tegak. Sebaliknya paradigma hukum progresif berfikir bahwa justru
hukum bolehlah dimarjinalkan untuk mencdukung eksistensialitas
kemanusian, kebenaran dan keadilan.
Agenda utama paradigma hukum
progresif adalah menempatkan manusia sebagai sentralitas utama dari
seluruh perbincangan tentang hukum. Penerimaan faktor manusia di pusat
pembicaraan hukum tersebut membawa kita untuk mempedulikan faktor
perilaku (behavior, experience) manusia. Dalam bahasa Oliver W. Holmes,
logika peraturan disempurnakan dengan logika pengalaman. Jika dalam
filosofi paradigma hukum praktis posisi manusia adalah untuk hukum dan
logika hukum, sehingga manusia dipaksa untuk dimasukkan ke dalam hukum,
maka sebaliknya filosofi dalam paradigma hukum progresif adalah hukum
untuk manusia. Apabila faktor kemanusiaan yang ada didalammnyua termasuk
juga kebenaran dan keadilan telah enjadi titik pembahasan hukum, maka
faktor etika dan moralitas dengan sendirinya akan ikut tersert masuk ke
dalamnya. Membicarakan kebenaran, keadilan dan kemanusiaan tidak bisa
dilepaskan dari membicarakan etika dan moralitas. Jadi, dengan tegas
paradigma hukum progresif menolak pendapat yang memisahkan hukum dari
faktor kemanusiaan dan moralitas. Disinilah letak pembebasan dan
pencerahan yang dilakukan oleh paradigma hukum progresif.
Hukum
progresif mengingatkan, bahwa dinamika hukum tidak kunjung berhenti,
oleh karena hukum terus menerus berada pada status membangun diri,
dengan demikian terjadinya perubahan social dengan didukung oleh social
engineering by law yang terencana akan mewujudkan apa yang menjadi
tujuan hukum progresif yaitu kesejahteraan dan kebahagiaan manusia.
Untuk itu, perlu mendapatkan kehidupan hukum yang berada. Dalam hal ini,
menurut Prof. Dr. Muladi, SH., dibutuhkan predisposisi sebagai berikut :
1. menegakkan Rule of Law. Untuk menegakkan Rule of Law, ada empat
hal yang harus dipenuhi yaitu : Government is under the law, adanya
independence of yurisdiction, access to the counrt of law dan general
acqual in certain application and same meaning .
2. Kedua; Democracy,
prinsip-prinsip dasar demokrasi yaitu ; constitutional, chek and
balance, freedom of media, judicial independence of precident, control
to civil to military, protection to minoritary.
Kedua hal ini,
adalah menjadi bagian dari prinsip-prinsip dari hukum progresif, dimana
hukum bukan sebagai raja, tetapi alat untuk menjabarkan kemanusiaan yang
berfungsi memberikan rahmat kepada dunia dan manusia, hukum bukan
sebagai tehnologi yang tak bernurani melainkan suatu institusi yang
bermoral kemanusian. Pembahsan hukum tidak menyumbat pintu bagi issue
manusia dan kemanusiaan. Oleh karena itu masalah manudia dan kemanusiaan
akan terus menyertai dan ikut mengalir mnemasuki hukum. Maka hukum itu
tidak ada untuk dirinya sendiri, melainkan untuk mengabdi dan
melestarikan manusia dengan segala perbincangan tentang kebenaran dan
keadilan di dalamnya.
Kontribusi terbesar dari paradigma hukum
progresif adalah menjadikan para jurist untuk menjadi sososk manusia
sebenar-benar manusia, bukan manusia sebagai robot/computer yang berisi
software hukum. Jika demikian, apa bedanya dengan computer jika dalam
praktiknya para jurist sekedar mengikuti perintah dan prosedur yang
tercetak dalam undang-undang? Untuk apa bertahun-tahun susah payah dan
sibuk mencetak ahli hukum kika kerjanya tidak lebih dari computer yang
tinggal mencer-mencet? Jadi, paradigma hukum progresif akan mengarahkan
jurist menjadi sosok yang arif-bijaksana dan memiliki wawasan
komprehensif dalam mencapai kebenaran dan keadilan dalam setiap
persoalan yang dihadapinya. Paradigma hukum progresif akan dapat
menjinakkan kekakuan dan kebekuan undang-undang. Bukankah UU Nomor 4
Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman kita, mewajibkan hakim untuk
menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan
yang hidup dalam masyarakat.
IV. PENUTUP/KESIMPULAN
Untuk
keluar dari situasi keterpurukan hukum di Indonesia yang selalu dimuat
diberbagai media, bahkan menjadi bahan olok-olok dikampung-kampung, maka
harus ada usaha pembebasan diri dari cara kerja yang konvensional yang
diwariskan oleh madzab hukum positif dengan segala doktrin dan
prosedurnya yang serba formal procedural yang justru melahirkan keadilan
yang bersifat formal bukan keadilan substansial. Pencerahan dan
pembebasan dari belenggu formal procedural itu barang tentu hanya dapat
ditempuh melalui paradigma hukum progrosif yang sangat peduli kepada
kebenaran, kemanusiaan dan keadilan. Bukankah keberadaan hukum
ditengah-tengah masyarakat tidak hanya dibatasi untuk mencapai
kepastian, tapi yang jauh lebih besar dari itu adalah untuk mencapai
kedilan sejati. Hal ini, hanya dapat terwujud dan didapatkan melalui
penegakan hukum secara progresif.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Ali, Keterpurukan Hukum di Indonesia ; penyebab dan solusinya, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002.
Anis Ibrahim, Hukum Progresif : Pencarian, pembebasan dan pencerahan, Majalah Program Doktor Ilmu Hukum UNDIP, April 2006.
Denny Indrayana, Let’s Kill the Lawyer (catatan kasus Elza Syarief), Kompas, 13 Mei 2002.
Satjipto
Rahardjo, Hukum Progresif Sebagai Dasar Pembangunan Ilmu Hukum
Indonesia, Makalah dalam Seminar Nasional Kerja sama IAIN Walisongo
dengan Alumni Program Doktor Ilmu Hukum UNDIP, Semarang, 8 Desember
2004.
Haiii Bagi Yang Ingin Bermain Judi Online Terpercaya Se Asia Ayoo Segera Bergabung Bersama Kami Di WWW.TexasPokerQQ.NET Dan Kami Mempunyai Promo-Promo Besar Lho untuk Member Baru Bonus Deposit 20% Dan Untuk Next Deposit 5% Serta Turn Over nya 0.5% Dan Dan Refferal 20% Untuk Seumur Hidup Lho Dan Untuk Minimal Deposit Hanya Rp 10.000 Saja, Ayoo Kapan Lg Guyss Segera Daftarkan Diri Anda Di TexasPokerQQ.
ReplyDeletePromo-Promo Yang Kami Sediakan.
* BONUS NEW MEMBER 20%
* BONUS DEPOSIT SEBESAR 5%
* BONUS TURN OVER 0.5%
* BONUS REFERRAL 10%+10%=20%
Game Yang Tersedia Adalah Sebagai Berikut.
* POKER
* CEME KELILING / BANDAR Q KELILING
* CEME / BANDAR Q
* CAPSA SUSUN / BIG TWO / 13 KARTU
* DOMINO QQ
* SUPER TEN / THREE PICTURES / SAMGONG
* POKER OMAHA
Dan di suport oleh 6 bank terbaik di Indonesia yaitu.
1. BCA
2. BNI
3. BRI
4. MANDIRI
5. DANAMON
6. CIMB NIAGA
Kelebihan bermain di Texaspokerqq dengan agen-agen lain adalah.
1. Deposit dan Withdraw Minimal 30.000 saja dan prosesnya sangat cepat.
2. Fairplay 100% Murni player vs player.
3. Pelayanan terbaik buat customer.
4. Bisa di proses melalui 6 bank terbaik di indonesia.
5. Bisa di proses 24 jam nonstop
6. TexaspokerQQ Judi Online yang telah Mempunyai Sistem
Untuk info lebih lanjut, silahkan hubungi kami di.
Website : www.Texaspokerqq.net
PIN BBM : 335A3785
WHATSAPP : +855 968672055
SKYPE : Texas PokerQQ
TWITTER : @TexasPokerQQ
LINE : +855 968672055
FaceBook : @Chenxiao Mei